Daftar Bulan Jawa Islam – Kalender Jawa Islam

Sebuah kalender Jawa sama seperti kalender lainnya menunjukkan tahun, bulan, tanggal, hari dalam periode waktu tertentu. Dalam penanggalan Jawa selain tujuh hari (Minggu hingga Sabtu), ada 5 hari Pasaran: Kliwon, Legi, Paing, Pon dan Wage.

Bulan

Penanggalan Jawa

Lama Hari

1 Sura (suro) 30
2 Sapar 29
3 Mulud atau Rabingulawal 30
4 Bakda Mulud atau Rabingulakir 29
5 Jumadil awal 30
6 Jumadil akir 29
7 Rejeb 30
8 Ruwah (Arwah, Saban) 29
9 Pasa (Puwasa, Siyam, Ramelan) 30
10 Sawal 29
11 Séla (Dulkangidah, Apit) 30
12 Besar (Dulkahijjah) 29/30
Total 354/355

Nama-nama bulan Jawa Islam tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Warana • Sura, artinya rijal
  2. Wadana • Sapar, artinya wiwit
  3. Wijangga • Mulud, artinya kanda
  4. Wiyana • Bakda Mulud, artinya ambuka
  5. Widada • Jumadilawal, artinya wiwara
  6. Widarpa • Jumadilakir, artinya rahsa
  7. Wilapa • Rejeb, artiya purwa
  8. Wahana • Ruwah, artinya dumadi
  9. Wanana • Pasa, artinya madya
  10. Wurana • Sawal, artinya wujud
  11. Wujana • Séla, artinya wusana
  12. Wujala • Besar, artinya kosong

Keterangan: Nama alternatif bulan Dulkangidah adalah Sela atau Apit. Nama-nama ini merupakan peninggalan nama-nama Jawa Kuno untuk nama musim ke-11 yang disebut sebagai Apit Lemah. Séla berarti batu yang berhubungan dengan lemah yang artinya adalah “tanah”.

Baca juga ? Weton Jawa – Temukan Tanggal Pernikahan Sempurna dengan Weton Jawa! – Untuk: Memilih, Mengetahui Jodoh dan Watak


Penanggalan Jawa

Penanggalan Jawa disajikan nama-nama bulan Jawa Islam. Sebagian nama bulan diambil dari Kalender Hijriyah dengan nama-nama Arab, tetapi beberapa di antaranya menggunakan nama dalam bahasa Sanskerta seperti PasaSéla, dan kemungkinan juga Sura, sedangkan nama Apit dan Besar berasal dari bahasa Jawa dan bahasa Melayu.

Nama-nama ini adalah nama bulan kamariah atau candra (lunar). Penamaan bulan sebagian berkaitan dengan hari-hari besar yang ada dalam bulan Hijriah, seperti Pasa yang berkaitan dengan puasa Ramadhan, Mulud yang berkaitan dengan Maulid Nabi pada bulan Rabiulawal, dan Ruwah yang berkaitan dengan Nisfu Sya’ban saat amalan dari ruh selama setahun dianggap dicatat.

Baca juga ? Ngoko Lugu dan Ngoko Alus – Bahasa Jawa – Contoh Soal dan Jawaban


Kalender Jawa - Penanggalan Jawa - Sistem, Metode Perhitungan
Kalender Jawa – Penanggalan Jawa – Sistem, Metode Perhitungan. Ilustrasi dan sumber foto: Wikimedia Commons

Penjelasan Bulan Jawa dalam Kalender Jawa

Kalender Jawa ini disusun berdasarkan kejadian alam dan pengamatan terhadap pengalaman hidup dari masyarakat selama bertahun-tahun. Pada setiap bulan dalam kalender Jawa juga memiliki jumlah hari yang berbeda-beda. Untuk lebih jelas dan lengkap, berikut ini nama-nama bulan Jawa secara berurutan beserta arti dan maknanya.

1. Sura (suro) – 30 hari

Bulan suro merupakan bulan pertama dalam sistem penanggalan kalender Jawa. Bulan Sura sering diucapkan dengan pengucapan bulan Suro. Dipandang sebagai bulan mulia, maka pantang melaksanakan hajatan bersifat pribadi pada bulan Suro.

Jumlah hari pada bulan ini adalah 30 hari. Bulan sura berimpit dengan bulam Muharram pada kalender Islam. Nama Sura sendiri diambil dari perayaan hari Asyura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram pada sistem kalender bulan Islam.

Suro juga jadi bulan yang paling dihindari. Menurut orang-orang Jawa, pernikahan di bulan ini akan membawa dampak buruk dan penuh dengan bencana. Mulai dari masalah rumah tangga yang pelik, kecurian harta, bahkan ada salah satu yang meninggal dunia.

2. Sapar – 29 hari

Urutan bulan jawa kedua ialah Sapar. Dalam kalender Jawa bulan Sapar memiliki jumlah hari sebanyak 29 hari. Bulan Sapar berimpit dengan bulan Safar pada kalender Islam. Nama Sapar juga diambil dari bulan Safar yang ada pada sistem kalender Hijriyah.

Menurut kepercayaan masyarakat Jawa umumnya, sifat bulan safar hampir sama dengan bulan sebelumnya yang merupakan kelanjutan dari bulan Suro (Muharram). Bulan ini diyakini sebagai bulan yang penuh bencana, bala’, malapetaka dan kesialan. Mayoritas masyarakat jawa hingga saat ini masih mempercayai bahwa bulan ini dipenuhi dengan hal-hal yang bersifat ketidakberuntungan.

Masyarakat Jawa sendiri yang beraliran kejawen, menganggap hari rabu legi pada bulan safar dianggap sebagai hari yang jelek sekali sehingga tidak boleh dibuat bepergian, dan hari rabu pahing yang dipercaya sebagai dina taliwangke yaitu hari yang sebaiknya disirik.

Sapar atau Safar ini juga sering dihindari sebagai tanggal pernikahan. Wataknya sendiri menurut primbon adalah yang kekurangan dan banyak hutang. Sehingga jika memaksakan untuk mengikat janji di bulan ini ditakutkan akan ditimpa bencana finansial. Entah kemiskinan atau selalu gagal dalam usaha.

Larangan menjadikan bulan Sapar sebagai tanggal pernikahan juga menyinggung fenomena Rebo Wekasan. Ini adalah waktu yang dipercaya sebagai turunnya 320 penderitaan. Biasanya hari ini diperingati dengan melakukan doa bersama. Ada pula yang melakukan sholat sunnah 4 rokaat. Terlepas dari fenomena ini, bulan Sapar tak ubahnya seperti bulan lainnya. Tak masalah untuk melakukan pernikahan di waktu ini.

Baca juga ? Kamus Jawa Indonesia- Kamus Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia

Kamus Indonesia Jawa – Kamus Bahasa Indonesia ke Bahasa Jawa

3. Mulud – 30 hari

Urutan bulan ketiga dalam sistem penanggalan Jawa yaitu Mulud. Mulud memiliki jumlah hari sebanyak 30 hari. Bulan mulud berimpit dengan bulan Rabiul Awal pada Kalender Islam. Nama Mulud ini berasal dari perayaan Maulid Nabi yang jatuh pada Bulan Rabiul Awal pada sistem kalender Hijriyah.

Bulan pertama yang dilarang sebagai tanggal pernikahan adalah Mulud. Alasannya, bulan ini wataknya mati salah satu menurut Primbon Jawa. Artinya, jika memaksakan untuk menikah di bulan ini maka ditakutkan salah satu mempelai akan meninggal nantinya setelah menikah. Selain itu, melakukan prosesi pengikatan janji seperti pertunangan juga dikatakan tidak mampu bertahan lama.

Mulud versi Jawa sendiri sama seperti Rabiul Awal. Di bulan ini ada tanggal kelahiran Nabi Muhammad. Jadi dari sudut pandang Islam tentu saja Mulud atau Rabiul Awal ini adalah bulan yang baik. Justru mengadakan hajatan di bulan ini bisa sekalian memperingati hari lahirnya sang Rasul.

4. Bakda Mulud – 29 hari

Bakda Mulud merupakan urutan bulan ke empat dalam sistem penanggalan kalender Jawa. Bakda Mulud memiliki hari sebanyak 29 hari. Bulan Bakda Mulud berimpit dengan bulan Rabiul Akhir pada kalender Islam. Nama Bakda Mulud memiliki arti “Setelah bulan Mulud”.

5. Jumadilawal – 30 hari

Jumadilawal ialah urutan bulan kelima dalam sistem penanggalan kalender Jawa. Bulan ini mempunyai hari sebanyak 30 hari. Bulan Jumadil awal berimpit dengan bulan Jumadil Awal pada kalender Islam. Sedangkan Nama Jumadilawal juga diambil dari bulan Jumadil Awal pada sistem kalender Hijriyah.

Jumadil Awal berlangsung tepat setelah Rabiul Akhir atau Bakda Mulud. Dikatakan dalam Primbon jika bulan ini adalah bulannya fitnah. Artinya, melakukan pernikahan di Jumadil Awal akan membuat kehidupan rumah tangga menjadi neraka alias penuh dengan fitnah. Ada pula yang mengatakan jika memaksakan menikah di bulan ini akan mendapatkan banyak musuh.

Sebenarnya larangan menikah di bulan Jumadil Awal tidak terlalu menekan alias sah-sah saja dilakukan. Namun demikian orang Jawa dulu mengingatkan agar selalu bersiap-siap dengan apa pun. Sebagai gantinya, Primbon merekomendasikan Jumadil Akhir. Bulan ini dipercaya sangat baik lantaran dipercaya membawa rezeki yang melimpah serta banyak anak.

Dalam Islam sendiri Jumadil Awal sama seperti bulan yang lainnya. Namun di bulan ini terdapat berbagai kelahiran orang-orang hebat. Mulai Ali bin Abi Tholib sampai Al Gazali. Alhasil, menikah di bulan ini juga sama sekali tidak buruk.

6. Jumadilakhir – 29 hari

Urutan bulan jawa yang keenam ialah Jumadilakhir. Dalam penanggalan kalender Jawa, bulan ini memiliki jumlah hari sebanyak 29 hari. Bulan Jumadilakhir berimpit dengan bulan Jumadil Akhir pada kalender Islam. Nama Jumadilakir ini diambil dari nama bulan Jumadil Akhir pada sistem kalender Hijriyah.

7. Rejeb – 30 hari

Rejeb merupakan urutan bulan ketujuh dalam sistem penanggalan kalender Jawa. Bulan ini memiliki jumlah hari sebanyak 30 hari. Pada masyarakat jawa, umumnya bulan ini adalah salah satu bulan terbaik untuk melangsungkan hajat, misalnya adalah pernikahan. Bulan rejeb berimpit dengan bulan Rajab pada kalender Islam. Nama “Rejeb” berasal dari nama bulan Rajab pada sistem kalender Hijriyah.

8. Ruwah – 29 hari

Urutan bulan jawa selanjutnya ialah bulan Ruwah. Bulan kedelapan ini sering disebut sebagai bulan arwah atau bulan Saban. Bulan ruwah memiliki jumlah hari sebanyak 29 hari. Bulan ruwah berimpit dengan bulan Sya’ban dalam kalender Islam. Nama “Ruwah”, berawal pada Nifsu Syaban yang mana dianggap amalan dari suatu ruh selama setahun dicatat yang jatuh pada bulan Sya’ban pada sistem kalender Hijriyah.

9. Pasa (Poso) – 30 hari

Bulan Pasa merupakan urutan bulan kesembilan dalam sistem penanggalan kalender Jawa. Pasa biasanya diucapkan dengan pengucapan “Poso”. Bulan Pasa memiliki jumlah hari sebanyak 30 hari. Bulan ini juga disebut sebagai Bulan Puasa, Bulan Siyam atau Bulan Ramelan. Bulan pasa berimpit dengan bulan Ramadhan pada kalender Islam. Nama Pasa berasal dari ibadah puasa yang wajib dijalankan oleh umat Islam selama bulan Ramadhan pasa sistem penanggalan kalender Hijriyah.

10. Sawal – 29 hari

Memasuki bulan kesepuluh dalam sistem penanggalan kalender Jawa yaitu Sawal. Bulan Sawal memiliki jumlah hari sebanyak 29 hari. Bulan ini berimpit dengan bulan Syawal pada kalender Islam. Nama Sawal juga berasal dari nama bulan Syawal pada sistem kalender Hijriyah.

11. Sela – 30 hari

Bulan sela adalah urutan bulan Jawa yang kesebelas. Bulan sela ini juga sering disebut sebagai bulan Dulkangidah atau bulan Apit. Bulan ini memiliki hari sebanyak 30 hari. Sela biasanya diucapkan “selo”. Sela berimpit dengan bulan Dzulkaidah pada penanggalan kalender Islam. Nama sela berasal dari bahasa Sansekerta.

12. Besar – 29/30 hari

Urutan bulan yang terakhir atau keduabelas dalam sistem penanggalan kalender Jawa ialah Besar. Bulan  Besar sering disebut sebagai Bulan Dulkahijjah. Bulan Besar memiliki jumlah hari sebanyak 29 hari atau bisa 30 hari. Bulan ini berimpit dengan Bulan Dzuhijjah pada kalender Islam. Nama “Besar” berkaitan dengan hari raya Idul Adha dan Ibadah Haji yang diperingati di bulan Dzulhijjah pada sistem kalender Hijriyyah.

Baca juga ? Kalender Hijriyah terdiri dari 12 bulan – Kalender Islam Bahasa Indonesia, Inggris, Arab dan Artinya


Kalender Jawa dan Arti Pentingnya bagi Kehidupan Mistik

Simbol Lingkaran Kehidupan

Kalender Jawa menunjukkan lingkaran kehidupan manusia, kehidupan yang diciptakan oleh Gusti, Pencipta Alam Semesta, Tuhan Yang Maha Esa.

Tahun

Terdapat 8 nama tahun. Contohnya, tahun internasional 1999 ini setara dengan tahun Jawa: Ehe, 1932, dimulai dari bulan Sura, bulan pertama.
Nama lengkap tahun ini adalah:

1. Purwana / Alip artinya: ada-ada (memulai keinginan / inisiatif)
2. Karyana / Ehe artinya: Tumandang (membuat)
3. Anama / Jemawal artinya: gawe (bekerja)
4. Lalana / Je artinya: lelakon (proses, takdir)
5. Ngawanga / Dal artinya: Urip (hidup)
6. Pawaka / Be artinya: bola-bali (selalu kembali)
7. Wasana / Wawu artinya: Marang (ke arah)
8. Swasana / Jimakir artinya: Suwung (kosong)

8 tahun menulis kalimat: ada-ada tumandang gawe lelakon urip bola-bali marang suwung artinya: Berawal dari kegiatan proses kehidupan, selalu kembali ke kehampaan. Kata tahun dalam bahasa jawa tahun berarti benih (wiji dalam bahasa jawa). 8 tahun menjelaskan proses wiji, selalu kembali ke kehampaan (suwung) yaitu lahir – mati. Lahir-mati, selalu berputar.

Bulan

Setahun terdiri dari 12 bulan; menunjukkan sangkan pararing dumadi (dari mana asalnya dan kemana perginya). Ada 12 proses (nama bulan yang merupakan level tiap proses)

1. Warana / Sura artinya Rijal
2. Wadana / Sapar artinya wiwit
3. Wijanga / Mulud artinya kanda
4. Wiyana / Bakda Mulud artinya Ambuka
5. Widada / Jumadi Awal artinya wiwara
6. Widarpa / Jumadi Akhir artinya rahsa
7. Wilapa / Rejeb artinya Purwa
8. Wahana / Ruwah artinya Dumadi
9. Wanana / Pasa artinya Madya
10. Wurana / Sawal artinya wujud
11. Wujana / Sela artinya wusana
12. Wujala / Besar artinya suwung

Setiap eksistensi hidup manusia baru selalu diawali dengan Rijal (Cahaya kehidupan yang diciptakan oleh kekuatan mistik Tuhan / Gusti). Sebuah lingkaran kehidupan manusia dari Rijal kembali ke Rijal lagi melalui suwung (kosong). Dari bulan ke-1 hingga bulan ke-9 manusia baru berada di dalam rahim ibu dalam proses menjadi bayi yang hidup sempurna, siap lahir, dari bulan ke-10 menjadi manusia yang hidup di dunia ini. Bulan ke 11 melambangkan akhir dari keberadaannya di dunia yaitu wusana artinya sesudahnya. Terakhir adalah suwung artinya hampa, kehidupan kembali ke tempat asalnya.

Dengan keinginan Gusti, hidup ini menjadi Rijal kembali. Itu adalah perputaran hidup, karena hidup itu kekal. Adakalanya, orang tua bijak memberikan nasehat bahwa setiap orang harus mengetahui esensi sangkan paraning dumadi atau purwa, madya, wusana, agar ia memiliki perilaku dan perbuatan yang baik dan benar sambil diberi kesempatan untuk hidup di dunia.

Tujuh hari (Dina Pitu, dina-hari; pitu-7)

Nama-nama hari dihubungkan dengan sistem bulan-bumi. Gerakan (solah) bulan ke arah bumi adalah nama dari tujuh hari.

1. Adite – Minggu – Minggu, melambangkan macet (Meneng)
2. Soma – Senin – Senin, melambangkan maju (Maju)
3. Hanggara – Selasa – Selasa, melambangkan mundur (mundur)
4. Buda – Rabu – Rebo, melambangkan gerakan ke kiri (mangiwa)
5. Respati – Kamis – Kemis, melambangkan gerak ke kanan (manengen)
6. Sukra – Jum’at – Jemuah, lambang munggah (munggah)
7. Tumpak – Sabtu – Setu, melambangkan turun (temurun)

Lima Hari Pasaran (Siklus Pasaran Lima)

Hari-hari Pasaran adalah posisi (patrap) bulan.

1. Kliwon atau Asih melambangkan berdiri (jumeneng)
2. Legi atau manis melambangkan mundur (mungkur)
3. Paing atau Pait melambangkan wajah atau muncul di depan (madep)
4. Pon atau Petak melambangkan tidur (sare)
5. Upah atau cemeng melambangkan duduk (lenggah)

Tanggal

Tanggal menunjukkan gerakan bulan yang melambangkan kehidupan manusia di dunia.

  • Tanggal pertama bulan jawa, bulan terlihat sangat kecil, seperti garis. Ini bisa dibandingkan seperti bayi yang baru lahir, malam demi malam tumbuh lebih besar dan lebih cerah.
  • Tanggal 14 bulan Jawa disebut Purnama Sidhi, bulan purnama yang melambangkan orang dewasa yang mempunyai istri / suami.
  • Tanggal 15 bulan jawa disebut purnama, artinya bulan purnama, tetapi ada tanda berkurangnya ukuran dan kecerahannya.
  • Tanggal 20 bulan Jawa, disebut Panglong, manusia mulai kehilangan ingatan.
  • Tanggal 25 bulan jawa disebut Sumurup, manusia harus dirawat seperti saat masih kecil anak / bayi.
  • Tanggal 26 bulan Jawa disebut Manjing, kehidupan manusia kembali ke tempat asalnya sebagai Rijal lagi.
  • Sisa hari (4 atau 5 hari lebih) melambangkan masa dimana Rijal akan dilahirkan kembali sebagai kehidupan baru di dunia.

Dino Mulyo (hari mulia)

Dino artinya hari: Mulyo artinya mulia. Para pemelihara kejawen memiliki 5 hari mulia terpenting dalam setahun. Beberapa orang masih memperingati hari-hari ini dengan beribadah dengan khusyuk kepada Gusti, Pencipta kehidupan dan alam semesta. “Dino Mulyo” adalah:

Tanggal 1 Sura / Warana

Ini hari pertama kalender Jawa, Tahun Baru. Pada zaman dahulu, nenek moyang orang Jawa telah menentukan tanggal pertama berdasarkan pengamatan mereka terhadap posisi bulan dan matahari – tanggal 1 bulan Sura, di tahun Purwana / Alip. Hingga saat ini, hari itu dianggap sebagai hari suci permulaan kehidupan, Karya Gusti.

Banyak orang menyucikan diri dengan mandi di sungai, mata air, laut, samudra atau di tempat tinggal mereka sendiri dan tetap terjaga sepanjang malam. Beberapa menonton pertunjukan Wayang Kulit / Wayang kulit. Beberapa mengunjungi tempat suci untuk introspeksi diri & meditasi.
Bulan Sura juga merupakan waktu yang tepat untuk membersihkan benda pusaka seperti keris, tumbak (tombak) dll (silakan klik – baca artikel ‘peringatan Suro 1’ untuk lebih jelasnya)

Aboge

Ini adalah singkatan dari:
A – alip, tahun pertama atau Purwana
Bo – Rebo, Wednesday atau Buda
Ge – Wage, hari terakhir Pasaran 5 hari

Pada tahun alip / purwana, pada hari Rabu Wage, adalah saat Gusti menurunkan ‘Wahyu Manuswa atau Maningrat’ kepada leluhur orang Jawa. Manu berarti malu; swa artinya binatang, manusia mulai memiliki rasa malu, berbeda dengan binatang.

Daltugi

Ini adalah singkatan dari:
Dal – tahun Dal, tahun kelima.
Tu – setu, Sabtu atau Tumpak
Gi – Legi, hari kedua Pasaran 5 hari

Di tahun Dal / Ngawanga, di hari Sabtu Legi, ada wahyu ilahi dari ‘Wahyu Suryaningrat’ atau ‘Wahyu Jalma’, memperingati keberadaan manusia laki-laki.

Hanggara Asih

Ini Selasa Kliwon (Hanggara-Selasa, Asih-Kliwon) atau Selasa Kliwon. Itu adalah keturunan dari ‘Wahyu Cakraningrat’ atau ‘Wahyu Jatmika’ di Jawa.
Seseorang mulai mengatur ketertiban di dunia. Dalam bahasa Jawa, Nata – untuk mengatur ketertiban, orang yang mengatur disebut Sang Nata – Raja / Ratu. Awal mula keberadaan Sang Nata / raja / ratu di Jawa adalah Hanggara Asih / Selasa Kliwon. Untuk menjadi raja / ratu, seseorang di masa lalu harus menerima ‘Wahyu Cakraningrat / Jatmika’ (wahyu Cakraningrat / Jatmika)

Jemuah Legi / Sukra Manis

Ini Jumat Legi, disebut juga Dino Purnomo – hari Purnomo, artinya utuh atau lengkap. Di dunia, mereka adalah manusia perempuan dan laki-laki. Para wanita mulai melahirkan bayi: laki-laki dan perempuan.


Kalender Jawa – Penanggagalan Jawa

Sebuah kalender Jawa sama seperti kalender lainnya menunjukkan tahun, bulan, tanggal, hari dalam periode waktu tertentu. Dalam penanggalan Jawa selain tujuh hari (Minggu hingga Sabtu), ada 5 hari Pasaran: Kliwon, Legi, Paing, Pon dan Wage.

Di Jawa kedua jenis hari tersebut digabungkan untuk mengingat peristiwa-peristiwa penting misalnya: seseorang lahir pada hari Minggu Kliwon atau hari Minggu Wage dll; seseorang meninggal dunia pada hari Jumat Legi atau Jumat Pon. Sultan Agung yang terkenal, raja yang kuat dari Kerajaan Mataram ke-2 lahir dan wafat pada hari Jumat Legi.

Dia dipuja sebagai raja Jawa yang bijaksana. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 dilakukan pada hari Jumat Legi. Orang Jawa tradisional tidak boleh menikah atau mengadakan acara penting pada ‘hari buruk’ yaitu hari kematian ibu dan ayahnya.

Kalender Jawa atau Penanggalan Jawa (Hanacaraka: ꦥꦤꦁꦒꦭ꧀ꦭꦤ꧀ꦗꦮ; Pegon: بنانغالان جاوه; translit. Pananggalan Jawa) adalah sistem penanggalan yang digunakan oleh Kesultanan Mataram dan berbagai kerajaan pecahannya serta yang mendapat pengaruhnya. Penanggalan ini memiliki keistimewaan karena memadukan sistem penanggalan Islam, sistem Penanggalan Hindu, dan sedikit penanggalan Julian yang merupakan bagian budaya Barat.

Sistem kalender Jawa memakai 2 siklus hari

Sistem kalender Jawa memakai dua siklus hari: siklus mingguan yang terdiri dari tujuh hari (Ahad sampai Sabtu, saptawara) dan siklus pekan pancawara yang terdiri dari lima hari pasaran.

Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka), Sultan Agung dari Mataram berusaha keras menanamkan agama Islam di Jawa. Salah satu upayanya adalah mengeluarkan dekret yang mengganti penanggalan Saka yang berbasis perputaran matahari dengan sistem kalender kamariah atau lunar (berbasis perputaran bulan). Uniknya, angka tahun Saka tetap dipakai dan diteruskan, tidak menggunakan perhitungan dari tahun Hijriyah (saat itu 1043 H). Hal ini dilakukan demi asas kesinambungan, sehingga tahun saat itu yang adalah tahun 1555 Saka diteruskan menjadi tahun 1555 Jawa.

Dekrit Sultan Agung berlaku di seluruh wilayah Kesultanan Mataram: seluruh pulau Jawa dan Madura kecuali Banten, Batavia dan Banyuwangi (=Balambangan). Ketiga daerah terakhir ini tidak termasuk wilayah kekuasaan Sultan Agung. Pulau Bali dan Palembang yang mendapatkan pengaruh budaya Jawa, juga tidak ikut mengambil alih kalender karangan Sultan Agung ini.

Contoh kalender Jawa

Menurut kalender Jawa, tiap hari dan tanggal dalam sistem kalender Masehi selalu mempunyai dua macam nama hari. Misalnya 1 Januari 2001 adalah hari Senin – Paing, berikutnya tanggal 2 Januari 2001 adalah hari Selasa – Pon, kemudian diikuti hari Rabu – Wage, disusul hari Kamis – Kliwon, Jumat – Legi, Sabtu – Paing, Minggu – Pon, Senin – Wage, Selasa – Kliwon, dan seterusnya. Kombinasi dua macam hari ini sampai sekarang masih dipakai dalam penerbitan surat kabar berbahasa Jawa, seperti harian Kedaulatan Rakyat yang terbit di kota Yogyakarta, misalnya.


Metode Perhitungan Kalender Jawa

Metode perhitungan kalender Jawa menggabungkan periode peredaran bulan, periode saptawara (mingguan) dan pancawara (pasaran) dan membuat rumusan agar penanggalan mudah dipahami oleh masyarakat luas dengan cara sederhana.

Untuk memperoleh rumusan tersebut, maka diambil perhitungan siklus 8 tahun yang disebut windu. Dalam 1 windu, pergantian tahun (tanggal 1 bulan Sura) selalu jatuh pada hari-hari tertentu dan membentuk pola yang akan berulang di windu berikutnya. Windu adalah istilah untuk selang waktu selama 8 tahun.

Pada awal diterapkannya kalender Jawa pada tahun 1555J, ditentukan tanggal 1 Sura pada tahun Alip selalu jatuh pada hari Jumat Legi.

Namun untuk penyesuaian siklus bulan yang sesungguhnya maka setiap kurup (periode 120 tahun/15 windu) ada 1 hari yang dihilangkan sehingga pada saat ini tanggal 1 Sura tahun Alip jatuh pada hari Selasa Pon, sehinga disebut dengan kurup Alip Selasa Pon/kurup Asapon.

Di bawah, disajikan nama-nama tahun dalam satu windu pada kurup Asapon:

Untuk mempermudah kita memahami nama tahun lengkap dengan artinya dikemas seperti tabel di bawah ini:

No
Nama
Nama suro
Lama Hari
Arti
1 Alip Selasa Pon 354 Purwana,  Alip, artinya ada-ada (mulai berniat)
2 Ehe Sabtu Pahing 355 Karyana, Ehe, artinya tumandang (melakukan)
3 Jimawal Kamis Pahing 354 Anama, Jemawal, artinya gawe (pekerjaan)
4 Je Senin Legi 354 Lalana,  Je, artinya lelakon (proses, nasib)
5 Dal Jumat Kliwon 355 Ngawana,  Dal, artinya urip (hidup)
6 Be Rabu Kliwon 354 Pawaka Be, artinya bola-bali (selalu kembali)
7 Wawu Ahad Wage 354 Wasana,  Wawu, artinya marang (kearah)
8 Jimakir Kamis Pon 355 Swasana,  Jimakir, artinya suwung (kosong)
Total 2835

Jumlah hari adalah 2.835, genap dibagi 35 hari pasaran.

Setelah diketahui hari pada 1 Sura, untuk menentukan hari pertama setiap bulan maka juga dibuat rumusan untuk memudahkan sebagai berikut:

 
Rumus
arti
Parluji Sapar telu siji (3-1)
Nguwalpatma Rabiulawal papat lima (4-5)
Ngukirnemma Rabiulakhir enem lima (6-5)
Diwaltupat Jumadilawal pitu papat (7-4)
Dilkirropat Jumadilakhir loro papat (2-4)
Jeplulu Rejeb telu-telu (3-3)
Banmalu Syaban lima telu (5-3)
Lannemro Ramlan (Pasa) enem loro (6-2)
Waljiro Syawal siji loro (1-2)
Dahroji Dulkaidah loro siji (2-1)
Jahpatji Dulkijah papat siji (4-1)

Penerapan rumus di atas adalah misalnya ingin mengetahui tanggal 1 Ramlan/Pasa tahun Wawu 1953J/2020M pada hari apa, maka langkahnya adalah:

  • tahun Wawu tanggal 1 Sura dimulai hari Ahad Wage
  • rumus bulan Pasa adalah Lannemro (6-2) artinya dihitung hari keenam dari Ahad (hasilnya Jumat) dan hari kedua dari Wage (hasilnya Kliwon) sehingga tanggal 1 Pasa jatuh pada hari Jumat Kliwon.

Daftar Bulan Jawa Matahari – Pada Kalender Jawa

Pada tahun 1856 Masehi, karena penanggalan kamariah dianggap tidak memadai sebagai patokan para petani yang bercocok tanam, maka bulan-bulan musim atau bulan-bulan surya yang disebut sebagai pranata mangsa (sistem penanggalan atau kalender yang dikaitkan dengan aktivitas pertanian, khususnya untuk kepentingan bercocok tanam atau penangkapan ikan), diresmikan oleh Sunan Pakubuwana VII.

Sebenarnya, pranata mangsa ini adalah pembagian bulan yang sudah digunakan pada zaman pra-Islam, hanya saja disesuaikan dengan penanggalan tarikh kalender Gregorian yang juga merupakan kalender surya dan meninggalkan tarikh Hindu; akibatnya, umur setiap mangsa berbeda-beda.

1 Kasa 23 Juni 2 Agustus 2 Karo 3 Agustus 25 Agustus 3 Katiga (Katelu) 26 Agustus 18 September 4 Kapat 19 September 13 Oktober 5 Kalima 14 Oktober 9 November 6 Kanem 10 November 22 Desember 7 Kapitu 23 Desember 3 Februari 8 Kawolu 4 Februari 1 Maret 9 Kasanga 2 Maret 26 Maret 10 Kadasa 27 Maret 19 April 11 Dhesta 20 April 12 Mei 12 Sadha 13 Mei 22 Juni

Keterangan: dalam bahasa Jawa Kuno, mangsa kesebelas disebut Apit Lemah, sedangkan mangsa keduabelas disebut sebagai Apit Kayu. Nama Dhesta diambil dari nama bulan kesebelas penanggalan Hindu dari bahasa Sanskerta, yaitu Jyeṣṭha. Nama Sadha diambil dari kata Āṣāḍha yang merupakan bulan kedua belas.


Nama Tahun

Nama-nama tahun tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Purwana • Alip, artinya ada-ada (mulai berniat)
  2. Karyana • Ehé, artinya tumandang (melakukan)
  3. Anama • Jemawal, artinya gawé (pekerjaan)
  4. Lalana • Jé, artinya lelakon (proses, nasib)
  5. Ngawana • Dal, artinya urip (hidup)
  6. Pawaka • Bé, artinya bola-bali (selalu kembali)
  7. Wasana • Wawu, artinya marang (arah)
  8. Swasana • Jimakir, artinya suwung (kosong)

Windu sendiri bergulir selama empat putaran (32 tahun Jawa): Adi, Kuntara, Sangara, dan Sancaya.

Pranata Mangsa (sistem penanggalan atau kalender yang dikaitkan dengan aktivitas pertanian, khususnya untuk kepentingan bercocok tanam atau penangkapan ikan)

Pranata mangsa dalam versi pengetahuan yang dipegang petani atau nelayan diwariskan secara oral (dari mulut ke mulut). Selain itu, kalender ini bersifat lokal dan temporal (dibatasi oleh tempat dan waktu) sehingga suatu perincian yang dibuat untuk suatu tempat tidak sepenuhnya berlaku untuk tempat lain. Petani menggunakan pedoman pranata mangsa untuk menentukan awal masa tanam. Nelayan menggunakannya sebagai pedoman untuk melaut atau memprediksi jenis tangkapan. Selain itu, pada beberapa bagian, sejumlah keadaan yang dideskripsikan dalam pranata mangsa pada masa kini kurang dapat dipercaya seiring dengan perkembangan teknologi.

No. Mangsa Mangsa utama Rentang waktu Candra Penciri Tuntunan
(bagi petani)[5]
1 Kasa
(Kartika)
Ketiga – Terang 22 Juni – 1 Ags
(41 hari)
ꦱꦼꦱꦺꦴꦠꦾ​ꦩꦸꦂꦕ​ꦲꦶꦁ​ꦲꦼꦩ꧀ꦧꦤꦤ꧀
Sesotyå murcå ing embanan (“Intan jatuh dari wadahnya” > daun-daun berjatuhan)
Sotyå sinåråwèdi
Daun-daun berguguran, kayu mengering; belalang masuk ke dalam tanah Saatnya membakar jerami; mulai menanam palawija
2 Karo
(Pusa)
Ketiga – Paceklik 2 Ags – 24 Ags
(23 hari)
ꦧꦤ꧀ꦠꦭ​ꦉꦁꦏ
Bantålå rengkå (“bumi merekah”)
Rontoging tarulåtå
Tanah mengering dan retak-retak, pohon randu dan mangga mulai berbunga
3 Katelu
(Manggasri)
Ketiga – Semplah 25 Ags – 17 Sept
(24 hari)
ꦱꦸꦠ​ꦩꦤꦸꦠ꧀​ꦲꦶꦁ​ꦧꦥ
Sutå manut ing båpå (“anak menurut bapaknya”)
Wiji tuwuh sinimpèn
Tanaman merambat menaiki lanjaranrebung bambu bermunculan Palawija mulai dipanen
4 Kapat
(Sitra)
Labuh – Semplah 18 Sept – 12 Okt
(25 hari)
ꦮꦱ꧀ꦥ​ꦏꦸꦩꦼꦩ꧀ꦧꦼꦁꦗꦿꦺꦴꦤꦶꦁ​ꦏꦭ꧀ꦧꦸ
Waspå kumembeng jroning kalbu (“Air mata menggenang dalam kalbu” > mata air mulai menggenang)
Lunglungan tumelung
Mata air mulai terisi; kapuk randu mulai berbuah, burung-burung kecil mulai bersarang dan bertelur Panen palawija; saat menggarap lahan untuk padi gaga
5 Kalima
(Manggala)
Labuh – Semplah 13 Okt – 8 Nov
(27 hari)
ꦥꦚ꧀ꦕꦸꦫꦤ꧀​ꦩꦱ꧀​ꦱꦸꦩꦮꦸꦂ​ꦲꦶꦁ​ꦗꦒꦢ꧀
Pancuran mas sumawur ing jagad (“Pancuran emas menyirami dunia”)
Pancuran muncar
Mulai ada hujan besar, pohon asam jawa mulai menumbuhkan daun muda, ulat mulai bermunculan, laron keluar dari liang, lempuyang dan temu kunci mulai bertunas Selokan sawah diperbaiki dan membuat tempat mengalir air di pinggir sawah, mulai menyebar padi gaga
6 Kanem
(Naya)
Labuh – Udan 9 Nov – 21 Des
(43 hari)
ꦫꦱ​ꦩꦸꦭꦾ​ꦏꦱꦸꦕꦶꦪꦤ꧀
Råså mulyå kasuciyan
Genthong pecah
Buah-buahan (durian, rambutanmanggis, dan lain-lainnya) mulai bermunculan, belibis mulai kelihatan di tempat-tempat berair Para petani menyebar benih padi di pembenihan
7 Kapitu
(Palguna)
Rendheng – Udan 23 Des – 3 Feb
(43 hari)
ꦮꦶꦱ​ꦏꦺꦤ꧀ꦠꦶꦂ​ꦲꦶꦁ​ꦩꦫꦸꦠ
Wiså kéntir ing marutå (“Racun hanyut bersama angin” > banyak penyakit)
Udan råså mulyå
Banyak hujan, banyak sungai yang banjir Saat memindahkan bibit padi ke sawah
8 Kawolu
(Wisaka)
Rendheng – Pangarep-arep 4 Feb – 28/29 Feb
(26/27 hari)
ꦲꦚ꧀ꦗꦿꦃ​ꦗꦿꦺꦴꦤꦶꦁ​ꦏꦪꦸꦤ꧀
Anjrah jroning kayun (“Keluarnya isi hati” > musim kucing kawin)
Sari råså mulyå
Musim kucing kawin; padi menghijau; uret mulai bermunculan di permukaan
9 Kasanga
(Jita)
Rendheng – Pangarep-arep 1 Mar – 25 Mar
(25 hari)
ꦮꦼꦝꦫꦶꦁ​ꦮꦕꦤ​ꦩꦸꦭꦾ
Wedharing wacånå mulyå (“Munculnya suara-suara mulia” > Beberapa hewan mulai bersuara untuk memikat lawan jenis)
Padi berbunga; jangkrik mulai muncul; tonggeret dan gangsir mulai bersuara, banjir sisa masih mungkin muncul, bunga glagah berguguran
10 Kasepuluh
(Srawana)
Marèng – Pangarep-arep 26 Mar – 18 Apr
(24 hari)
ꦒꦼꦝꦺꦴꦁ​ꦩꦶꦤꦼꦧ꧀​ꦗꦿꦺꦴꦤꦶꦁ​ꦏꦭ꧀ꦧꦸ
Gedhong mineb jroning kalbu (“Gedung terperangkap dalam kalbu” > Masanya banyak hewan bunting)
Wijiling locånå
Padi mulai menguning, banyak hewan bunting, burung-burung kecil mulai menetas telurnya
11 Desta
(Padrawana)
Marèng – Panèn 19 Apr – 11 Mei
(23 hari)
ꦱꦼꦱꦺꦴꦠꦾ​ꦱꦶꦤꦫꦮꦺꦢꦶ
Sesotyå sinåråwèdi (“Intan yang bersinar mulia”)
Sekar lesahing jagad
Burung-burung memberi makan anaknya, buah kapuk randu merekah Saat panen raya génjah (panen untuk tanaman berumur pendek)
12 Sada
(Asuji)
Marèng – Terang 12 Mei – 21 Juni
(41 hari)
ꦠꦶꦂꦠ​ꦱꦃ​ꦱꦏꦶꦁ​ꦱꦱꦤ
Tirtå sah saking sasånå (“Air meninggalkan rumahnya” > jarang berkeringat karena udara dingin dan kering)
Suryå numpang hargå
Suhu menurun dan terasa dingin (bediding) Saatnya menanam palawija: kedelainilakapas, dan saatnya menggarap tegalan untuk menanam jagung

Pranata mangsa dalam versi Kasunanan

Pranata mangsa dalam versi Kasunanan (sebagaimana dipertelakan pada bagian ini) berlaku untuk wilayah di antara Gunung Merapi dan Gunung Lawu. Setahun menurut penanggalan ini dibagi menjadi empat musim (mangsa) utama, yaitu musim kemarau atau ketigå (88 hari), musim pancaroba menjelang hujan atau labuh (95 hari), musim hujan atau dalam bahasa Jawa disebut rendheng (baca [rəndhəŋ ], 95 hari), dan pancaroba akhir musim hujan atau marèng (IPA:[marɛŋ], 86 hari) .

Musim dapat dikaitkan pula dengan perilaku hewan, perkembangan tumbuhan, situasi alam sekitar, dan dalam praktik amat berkaitan dengan kultur agraris. Berdasarkan ciri-ciri ini setahun juga dapat dibagi menjadi empat musim utama dan dua musim “kecil”: terang (“langit cerah”, 82 hari), semplah (“penderitaan”, 99 hari) dengan mangsa kecil paceklik pada 23 hari pertama, udan (“musim hujan”, 86 hari), dan pangarep-arep (“penuh harap”, 98/99 hari) dengan mangsa kecil panèn pada 23 hari terakhir[3][4].

Dalam pembagian yang lebih rinci, setahun dibagi menjadi 12 musim (mangsa) yang rentang waktunya lebih singkat namun dengan jangka waktu bervariasi. Tabel berikut ini menunjukkan pembagian formal menurut versi Kasunanan. Perlu diingat bahwa tuntunan ini berlaku di saat penanaman padi sawah hanya dimungkinkan sekali dalam setahun, diikuti oleh palawija atau padi gogo, dan kemudian lahan bera (tidak ditanam).


Siklus Kurup (Siklus 120 tahun)

Meskipun kalender Jawa telah beralih sistem pada zaman Sultan Agung, para ahli penanggalan masih terus mengamati ketepatan perhitungannya dengan kalender hijriyah/lunar yang berdasarkan pengamatan visual (rukyat). Kalender Jawa memiliki 3 tahun kabisat setiap 1 windu sedangkan kalender Hijriyah memiliki 11 tahun kabisat setiap 30 tahun sehingga dalam kurum 120 tahun (15 windu) jumlah tahun Jawa kabisat ada 45 sedangkan tahun hijriyah ada 44 sehingga ada 1 hari setiap 120 tahun yang harus dibuang. Siklus 120 tahun ini disebut kurup.

 
Nama kurup tahun mulai tahun berakhir jumlah tahun 1 Sura tahun Alip pada hari
Alif Jam’iyah Lêgi Alif 1555 Jimakir 1674 120 Jumat legi
Alif Kamsiyah Kliwon Alif 1675 Ehe 1748 74 Kamis Kliwon
Alif Arba’iyah Wage(Aboge) Jimawal 1749 Jimakhir 1866 118 Rabu Wage
Alif Selasa Pon(Asapon) Alif 1867J/1936M Jimakir 1986 120 Selasa Pon

Susuhunan Pakubuwana V dari Kasunanan Surakarta memutuskan untuk mengakhiri Kurup Kamis Kliwon pada tahun 1748J meskipun baru berjalan 9 windu karena para ahli menyadari penanggalan Jawa masih tertinggal 1 hari dibandingkan kalender hijriyah sehingga tahun Ehe 1748 yang seharusnya kabisat (355 hari) dibuat hanya 354 hari. Sebagian ahli menyatakan langkah tersebut terlambat dilakukan karena akan lebih tepat jika pergantian kurup seharusnya dilakukan pada 2 tahun sebelumnya yaitu tahun Alip 1747.

Konsekuensi dari keterlambatan ini maka umur kurup Arbaiyah Wage hanya 118 tahun. Namun Kasultanan Yogyakarta tidak membuat keputusan serupa sehingga penanggalan di kedua wilayah terjadi selisih selama beberapa tahun dan baru mengikuti Surakarta pada Jimakir 1794J/1865M atas perintah Sultan Hamengkubuwana VI dan menyekapati kurup tersebut akan berakhir pada tahun Jimakir 1866.

Pengaruh kurup dalam peribadahan

Meskipun kedua kerajaan telah sepakat kurup Aboge berakhir pada tahun Jimakir 1866 dan berganti menjadu kurup Asapon, sebagian masyarakat yang jauh dari kraton tetap menggunakan kalender berdasarkan kurup Alip Rabu Wage (Aboge) sehingga dalam penentuan tanggal 1 Pasa (Ramadhan) dan 1 Sawal (Syawal) sehingga mereka memulai puasa dan Idul Fitri terlambat sehari dibanding masyarakat pada umumnya. Hal ini terjadi pada beberapa komunitas kecil di Banyumas, Purbalingga, Cilacap dan Probolinggo yang menyebut dirinya Islam Aboge.

Kurangnya kesadaran terhadap perubahan kurup Aboge menjadi Asapon pada tahun Alif 1867J/1936M diduga disebabkan oleh memudarnya pengaruh kraton pada masyarakat Jawa yang jauh dari lingkungan kraton pada masa itu.


Pembagian pekan (mingguan)

5 Hari Pasaran dalam Kalender Jawa: Kliwon, Legi, Paing, Pon dan Wage. Sumber foto: Wikimedia Commons

Orang Jawa pada masa pra Islam mengenal pekan yang lamanya tidak hanya tujuh hari saja, tetapi dari 2 sampai 10 hari. Pekan-pekan ini disebut dengan nama-nama dwiwara, triwara, caturwara, pañcawara (pancawara), sadwara, saptawara, astawara dan sangawara.

Zaman sekarang hanya pekan yang terdiri atas lima hari dan tujuh hari saja yang dipakai, tetapi di pulau Bali dan di Tengger, pekan-pekan yang lain ini masih dipakai.

Pekan yang terdiri atas tujuh hari dihubungkan dengan sistem bulan-bumi. Gerakan (solah) dari bulan terhadap bumi berikut adalah nama dari ke tujuh nama hari tersebut:

  1. Radite • Minggu, melambangkan meneng (diam)
  2. Soma • Senin, melambangkan maju
  3. Hanggara • Selasa, melambangkan mundur
  4. Budha • Rabu, melambangkan mangiwa (bergerak ke kiri)
  5. Respati • Kamis, melambangkan manengen (bergerak ke kanan)
  6. Sukra • Jumat, melambangkan munggah (naik ke atas)
  7. Tumpak • Sabtu, melambangkan temurun (bergerak turun)

Pekan yang terdiri atas lima hari ini disebut sebagai pasar oleh orang Jawa dan terdiri dari hari-hari:

  1. Legi
  2. Pahing
  3. Pon
  4. Wage
  5. Kliwon

Hari-hari pasaran merupakan posisi sikap (patrap) dari bulan sebagai berikut:

  1. Kliwon • Asih, melambangkan jumeneng (berdiri)
  2. Legi • Manis, melambangkan mungkur (berbalik arah kebelakang)
  3. Pahing • Pahit, melambangkan madep (menghadap)
  4. Pon • Petak, melambangkan sare (tidur)
  5. Wage • Cemeng, melambangkan lenggah (duduk)

Kemudian sebuah pekan yang terdiri atas tujuh hari ini, yaitu yang juga dikenal di budaya-budaya lainnya, memiliki sebuah siklus yang terdiri atas 30 pekan. Setiap pekan disebut satu wuku dan setelah 30 wuku maka muncul siklus baru lagi. Siklus ini yang secara total berjumlah 210 hari adalah semua kemungkinannya hari dari pekan yang terdiri atas 7, 6 dan 5 hari berpapasan.

Penampakan bulan dalam penanggalan jawa:

  1. Tanggal 1 bulan Jawa, bulan kelihatan sangat kecil-hanya seperti garis, ini dimaknakan dengan seorang bayi yang baru lahir, yang lama-kelamaan menjadi lebih besar dan lebih terang.
  2. Tanggal 14 bulan Jawa dinamakan purnama sidhi, bulan penuh melambangkan dewasa yang telah bersuami istri.
  3. Tanggal 15 bulan Jawa dinamakan purnama, bulan masih penuh tetapi sudah ada tanda ukuran dan cahayanya sedikit berkurang.
  4. Tanggal 20 bulan Jawa dinamakan panglong, orang sudah mulai kehilangan daya ingatannya.
  5. Tanggal 25 bulan Jawa dinamakan sumurup, orang sudah mulai diurus hidupnya oleh orang lain kembali seperti bayi layaknya.
  6. Tanggal 26 bulan Jawa dinamakan manjing, di mana hidup manusia kembali ketempat asalnya menjadi rijal lagi.
  7. Sisa hari sebanyak empat atau lima hari melambangkan saat di mana rijal akan mulai dilahirkan kembali kekehidupan dunia yang baru.

Bacaan Lainnya

Unduh / Download Aplikasi HP Pinter Pandai

Respons “Ooo begitu ya…” akan lebih sering terdengar jika Anda mengunduh aplikasi kita!

Siapa bilang mau pintar harus bayar? Aplikasi Ilmu pengetahuan dan informasi yang membuat Anda menjadi lebih smart!

Sumber bacaan: Calendar World, Faith Web

Pinter Pandai “Bersama-Sama Berbagi Ilmu”
Quiz | Matematika | IPA | Geografi & Sejarah | Info Unik | Lainnya | Business & Marketing

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *